Kasih Orang Tua Tiada Tara

     
Ibu tiada lelah mengasihi, ayah tiada lelah mencintai

  Baru-baru ini marak sekali berita di TV tentang seorang anak durhaka yang membunuh orang tuanya hanya karena tidak di beri uang. Situasi moral umat manusia pada saat ini rupanya sudah sangat menurun bahkan uangpun menjadi “ Tuhan” bagi banyak orang yang tidak mengerti kebijaksanaan. 

    Membunuh orang tua adalah hal yang luar biasa kejam. Perbuatan ini adalah salah satu dari lima perbuatan Garuka Kamma buruk berat yang dapat di pastikan bahwa pelaku kejahatan ini pasti akan terlahir kembali di alam neraka dan pintu kesucian tertutup bagi mereka. (Pejelasan mengenai Garuka kamma akan di bahas dalam postingan kedepan) 

Brahmāti mātāpitaro pubbācariyāti vuccare āhuneyā ca puttānaṁ pajaya anukampaka

Ibu dan ayah disebut ‘Brahma’, ‘Guru awal’ dan ‘Pantas dipuja.’
Karena penuh kasih sayang terhadap anak-anak mereka
(Khuddaka Nikāya, Itivuttaka, Catukkanipāta, Sabrahmaka Sutta; dengan Brahma 106)

   Orang tua adalah guru kita sejak kita di lahirkan. Tanpa mereka, kita tidak bisa hidup dan menikmati dunia. Seorang yang bijaksana hendaknya mengerti budi dan kebaikan orang tuanya sehingga dia tidak akan pernah menyakiti orang tuanya, melainkan berbakti pada mereka.

    Memang terkadang dalam keluarga sering ada percekcokan antara orang tua dan anak bahkan menuju ke pertengkaran hebat. Tetapi hal ini tidak menutup fakta bahwa budi kebaikan orang tua yang telah di berikan kepada anaknya sudah terlampau besar, sehingga biar bagaimanapun anak wajib untuk berbakti pada orang tua sebab selain untuk membalas jasa, berbakti kepada orang tua adalah suatu kesempatan besar untuk menanam karma baik 



Mengapa anak wajib berbakti pada orang tua?

   Itu karena cinta kasih dan pengorbanan orang tua terhadap anaknya.


Papa = ayah
Papa bekerja tiap malam membanting tulang demi anak bisa minum susu dan makan. Papa walaupun jarang dekat dengan anaknya ketika kecil, Papa selalu mengkhawatirkan anaknya dengan diam-diam. Papa selalu berpikir apakah anaknya bisa mendapat pendidikan yang layak atau tidak, apakah anaknya bisa mendapat pasangan hidup yang baik atau tidak. Adapun beberapa papa hebat yang terus berkorban untuk tinggal bersama dengan keluarga walau dalam percekcokan rumah tangga. Semua ini hanya demi anaknya; karena beliau tidak ingin anaknya merasakan kepedihan broken-home. Papa juga mendidik anak mereka supaya anak mereka kuat menghadapi tantangan hidup ketika mereka dewasa. Semua kebaikan papa ini tidak dapat di balas dengan harta. Sekalipun seorang anak yang kaya raya ingin membalas jasa papanya dengan uang, anak itu tidak akan bisa membayar jasa papanya karena cinta kasih dan kebaikan papanya kepada dia itu tidak terbatas nilainya.


Mama = ibu
    Sekarang kita lihat pengorbanan seorang mama. Mama yang mengandung anaknya mulai dari anak itu berwujub embrio hingga anak itu dewasa. Berapa banyak perjuangan dan kasih mama kepada anaknya. Jika di renungkan dari awal: 

   Mama menahan rasa sakit saat mengandung; sakit di bagian punggung kaki, sakit untuk membawa beban bayi, sakit untuk duduk, berdiri, jalan, belum lagi sakit mental ketika harus makan-makan yang tidak enak untuk memenuhi nutrisi anaknya kemudian sakit yang dirasakan ketika melahirkan. Semua ini seorang mama menahannya demi anaknya bisa terlahir dengan selamat di dunia. Setelah anak itu lahir perjuangan mama belum selesai.

   Mama harus mengorbankan kecantikannya sebab badannya melar (membesar) semua setelah melahirkan. Mama juga harus menyusui anaknya dari darahnya sendiri. Mama harus pula tidak tidur siang malam demi menemani anaknya. Waktu anaknya sudah berusia anak-anak, mama harus menahan amarahnya ketika anaknya nakal. Mama juga sering menahan lapar untuk anaknya yang menginginkan makanan enak. Ketika remaja anaknya sering pulang malam dan bergaul dengan teman-teman yang mungkin kurang baik. Di sinipun, mama masih cemas hingga dia tidak bisa tidur memikirkan anaknya. Belum lagi waktu anaknya membantah, mama pasti merasa sakit hati tapi tetap saja cintanya tetap pada anaknya. Dalam sutta bakti anak pada orang tua, di ceritakan bahwa ketika seorang ibu meninggal tulangnya berubah menjadi abu-abu, sebab si ibu sudah memberikan sebagian nutrisinya kepada anaknya.

   Inilah sebagian kecil jasa kebajikan orang tua yang disebutkan. Masih banyak lagi kebaikan yang belum di sebutkan. Karena jasa-jasa inilah anak yang bijaksana dan mengerti kebaikan orang tua mereka pasti ingin membalas jasa kebajikan orang tua dengan menjadi anak yang berbakti. Di dalam Aṅguttara Nikāya, kelompok dua, tentang ‘membalas budi orangtua’, Sang Buddha mengatakan,

 ”Kunyatakan, O, para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Siapakah yang dua itu? Ibu dan ayah. Bahkan, seandainya seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana, bahkan perbuatan itupun belum cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan, seandainya saja dia mengangkat orangtuanya sebagai raja dan penguasa besar di dunia ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Karena orang tua berbuat banyak untuk anak mereka; mereka membesarkannya, memberi makan, dan membimbingnya melalui dunia ini. "

   Selain karena budi kebaikan orang tua tidak akan pernah dapat di balas anaknya, alasan lainnya adalah karena orang tua adalah ladang subur untuk menanam karma baik.

  Berbakti pada orang tua sebenarnya bukan hanya kewajiban tetapi berkah.
Berkah sebab dengan berbakti pada mereka, kita punya kesempatan emas untuk berbuat baik pada mereka. Sungguh suatu kerugian yang luar biasa jika seorang anak menolak untuk merawat orang tua mereka sendiri dan malah menyuruh orang lain dan panti jompo untuk merawat orang tua mereka, terlebih ada juga yang membuang mereka hanya demi harta kekayaan dan warisan. 

   Pada khotbah tentang berkah utama atau Mangala Sutta, sesosok dewa bertanya kepada Sang Buddha tentang apakah berkah utama itu yang dapat memberikan kebahagiaan kepada para dewa dan manusia. Sang Buddha mengutarakan salah satunya adalah:

Matapituupatthanam Etammangalamuttamam: mendukung dan merawat ibu dan ayah adalah berkah utama.

  Sudah tentu bahwa dengan berbakti pada orang tua, seorang anak akan menanam karma baik yang luar biasa dan hidupnya akan mendapat banyak kemudahan karena buah karma baik besar tersebut. 
Jika kita saja mampu mengasihi orang miskin dengan bersedekah kepada mereka, kita juga mampu mengasihi teman, sahabat, guru-guru dan pemuka agama, bahkan hewan pun kita kasihi. Lalu, mengapa kita tidak bisa mengasihi orang tua kita yang luar biasa telah mengasihi kita? Kita saja mau dan rela menghormat pada Presiden, pejabat, orang-orang kaya, lantas mengapa kita belum bisa menghormati orang tua kita? jika di bandingkan dengan orang-orang yang di sebutkan di atas, orang tua tentu jauh lebih mengasihi kita. 
  
  Ada masa-masa ketika kita sibuk dengan pekerjaan kita dan kita tidak bisa merawat orang tua kita sendiri. Kita kemudian menyuruh pembantu dan suster untuk merawat mereka atau memberikan mereka ke panti lansia yang layak fasilitasnya. Ini tidak masalah tetapi perlu di ingat setidaknya kita harus peduli dengan mereka dan memberikan kasih sayang ❤ kita pada mereka. Memang orang tua akan bahagia dengan fasilitas mewah dan harta-harta yang di berikan anaknya kepada mereka. Tetapi, kasih sayang dan kepedulian anak kepada orang tuanya yang membuat mereka jauh lebih bahagia.

Bagaimana jika orang tua tidak bermoral dan kejam kepada anaknya?



Banyak orang dilema tentang masalah berat ini. Namun, sebagai seorang anak yang bijaksana, maka seharusnya tidak lepas tangan begitu saja menghadapi persoalan yang demikian. Ingat bahwa orang tua setidak-tidaknya masih mau mengandung, melahirkan, dan membesarkan kita, walaupun mungkin ketika kita bertumbuh ada banyak perselisihan paham dengan mereka. Kita setidak-tidak perlu memiliki Santutthi atau rasa syukur dan puas akan orang tua kita beserta keadaan mereka. Jika di bandingkan bayi-bayi yang di aborsi sebelum di lahirkan, kita tentu senang bukan, karena dapat menikmati dunia dan belajar Dhamma kebaikan. Oleh karena itu, bila kita masih dapat menyokong orang tua dengan materi, bantulah mereka, karena tugas anak secara umum adalah berbakti serta membahagiakan orang tua. Jika dimungkinkan, kita juga harus bisa menyokong orang tua kita secara moral dengan mengenalkan keyakinan tentang sebab-akibat, kemoralan, kedermawanan, agama, dan kebijaksanaan. Kalau kita dapat membuat orangtua yang dulunya tidak bermoral, tidak beragama, tidak mengerti hukum karma beserta cara berbuat baik yang benar, kemudian sedikit demi sedikit kita menasehati mereka, memberi mereka contoh sehingga mereka dapat menjadi orang yang lebih baik lagi, mereka dapat mengenal agama dan berkeyakinan, mereka menjadi bermoral, dan mereka mau berbuat baik, maka kita dapat dikatakan telah membalas jasa orangtua.

di kutip dari: http://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=450

Akhir kata berikut adalah kewajiban anak kepada orang tuanya yang berikan Sang Buddha pada pemuda Sigala (Dīgha Nikāya, Sigālovāda Sutta): 

  • merawat orangtua dengan baik
  • membantu pekerjaan atau tugas orangtua
  • menjaga tradisi dan nama baik keluarga
  • menjaga warisan yang diberikan oleh orangtua
  • melimpahkan jasa kebaikan atas nama orang tua ketika mereka meninggal nanti 
Semoga kita senantiasa saling mengasihi dan berbakti pada orang tua kita. 

By: Dhammadina A. 


Komentar

Postingan Populer